Review Film Batman vs Superman
(Pahlawan dengan Dewa)
Batman v
Superman: Dawn of Justice, dirilis di bioskop-bioskop kesayangan kita.
Walaupun
banyak sekali komen-komen yang kurang menyenangkan (termasuk dari saya)
mengenai trailer-trailer yang (sepertinya) memberikan terlalu banyak
informasi, ternyata itu hanya sebagian kecil dari film. Ada banyak
adegan-adegan keren yang memang seharusnya tidak masuk ke trailer, tapi trailer yang
ada bukan apa-apa dibandingkan filmnya.
Plot
dari BvS sebenarnya tidak terlalu rumit dan cenderung tipikal untuk plot
pertarungan antara superhero, tetapi eksekusinya dilakukan dengan lumayan apik.
Ada sedikit masalah di pacing filmnya yang terlalu lambat di awal,
tapi itu bukan masalah yang terlalu besar.
Secara
visual, film ini sangat Zack Snyder. Adegan-adegan aksi yang keren dan
penggunaan slow-motion yang kelewat banyak pasti sudah menjadi hal
yang wajib. Walaupun begitu, film ini sangat memanjakan mata. Pertarungan
terakhir dengan Doomsday sangat asyik untuk disaksikan dari awal sampai akhir.
Tetapi, adegan laga yang paling menonjol bagi saya adalah adegan pertarungan
Batman mendekati akhir film, yang sepertinya mengambil banyak inspirasi dari game Arkham
series. Koreografi pertarungan di sini sangat mengingatkan kita dengan
film-film semacam The Raid dan Captain America: The Winter Soldier.
Dengan
judul seperti Batman v Superman, pertarungan antara kedua superhero terhebat
dunia ini pasti tak terelakkan. Buildupmenuju pertarungan besar antara The
Last Son of Krypton vs The World’s Greatest Detective terasa lumayan natural,
dengan menonjolkan perbedaan ideologi dan metode antara mereka. Adegan
pertarungannya sendiri juga terasa sangat brutal.
Ben
Affleck berhasil menghilangkan jokes mengenai Daredevil dengan
penampilan apiknya sebagai Batman, walaupun persona Bruce Wayne-nya terlalu
mirip Batman tanpa gaya playboy khas Bruce. Henry Cavill sebagai
Superman terasa lebih natural dibandingkan penampilannya di Man of Steel,
tetapi kebanyakan adegannya dengan Lois Lane (Amy Adams) sangat cheesy dan
terkesan dipaksakan. Lois Lane di sini juga berhasil menjadi sosok yang
mengganggu dan malah mempersulit masalah bagi pahlawan-pahlawan kita, tidak
sama sekali seperti penampilannya yang sangat bagus di Man of Steel. Gal Gadot
sebagai Wonder Woman/Diana Prince, dapat memaksimalkan screentime-nya
dengan penampilannya sebagai wanita perayu yang mengingatkan saya dengan
Catwoman dan persona petarungnya sebagai Wonder Woman. Pujian khusus harus
diberikan kepada Jeremy Irons sebagai Alfred yang selalu membantu Bruce dengan
setia dan menjadi salah satu sumber humor terbaik film ini.
Jesse
Eisenberg sebagai Lex Luthor adalah salah satu bagian terbaik film ini.
Walaupun karakter Luthor dibuat sedikit seperti Mark Zuckerberg dari The Social
Network, kegilaan yang sedikit demi sedikit muncul dari watak periang Lex-lah
yang membuat saya tertarik dengan karakternya. Seperti karakter heel yang
baik di dunia wrestling, Lex Luthor ini adalah orang yang kita senang
untuk membencinya.
Banyak
komentar yang sering ditujukan kepada film-film DC karena tone-nya yang
cenderung gelap. Kali ini, tone film memang sedikit lebih terang dibanding
MoS, walaupun film ini masih film yang sangat serius. Pesan mengenai harapan
dan optimisme juga dimunculkan, tetapi di sinilah masalahnya. Karakter Superman
di sini cenderung sinis. Saya percaya, Superman adalah manifestasi dari potensi
umat manusia, dan dia selalu melihat kebaikan dari semua orang. Ketika melihat
bahkan Superman sudah mulai menjadi sinis, jujur saya merasa sedikit
dikecewakan film ini. Sejatinya, Batman yang sinis, sedangkan Superman adalah
seorang optimis. Ini yang membuat dinamik mereka berdua sangat menarik.
Walaupun film ini juga mengusung harapan dan optimisme, pesan ini terasa
berkontradiksi dengan sikap protagonisnya yang cenderung sinis, sehingga ini
terasa sedikit aneh bagi saya.
Film ini
juga masih memiliki masalah dari segi penghancuran kota, walaupun kehancuran di
sini tidak ada apa-apanya dibandingkan Metropolis yang hampir seluruhnya rata
dengan tanah di Man of Steel. Sepertinya Snyder dan kru film ini juga lebih
hati-hati dalam melakukan penghancuran kota agar tidak dicerca fans lagi.
Sementara Superman mulai lebih hati-hati dalam mengendalikan kekuatannya,
Batman justru sebaliknya. Walaupun Batman-Batman di film sebelumnya pernah
membunuh orang, Batman versi Affleck jauh lebih brutal dibandingkan Batman
manapun yang pernah muncul di layar lebar. Batman yang ini juga terlihat sangat
jelas tidak segan menggunakan senjata api untuk membunuh lawannya. Walaupun ini
sedikit mengurangi kenikmatan saya menonton film ini,
Nama ; Sandy Rusdian
Kelas : 3KB06